Kepala sekolah: curiga sejak 2023
Merujuk pada kasus yang terjadi di Gorontalo, pelaku harusnya dijerat dengan pasal berlapis, mulai dari UU KUHP, UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, UU Perlindungan Anak, UU ASN, hingga UU Guru dan Dosen, menurut Satriwan
Kepala sekolah RB mengatakan, oknum guru yang mengajar Bahasa Indonesia itu menjadi pembimbing penulisan karya ilmiah korban pada 2022.
Namun setahun kemudian, dirinya mendapatkan laporan dari berbagai pihak terkait hubungan yang tak wajar antar keduanya. Dia kemudian melakukan pemeriksaan tertutup dengan membuat berita acara pemeriksaan (BAP).
Keduanya, kata Rommy, bersikukuh tidak mengakui hubungan terlarang mereka itu.
“Mereka berdua hanya mengakui sebagai pembimbing dengan yang dibimbing saja. Tetapi saya tetap memperingatkan mereka,” RB kepada wartawan Sarjan Lahay yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Kamis (26/09).
Baca juga: Kemenag Gorontalo Berikan Sanksi Guru Asusila Terhadap Siswi
Pada Agustus silam, RB menjelaskan, istri oknum guru melaporkan dugaan hubungan ini kepadanya. Pihak sekolah pun melakukan pemeriksaan kedua.
“BAP kedua yang dilakukan pada 29 Agustus 2024 lalu itu hanya berdasarkan aduan istri dari oknum guru ini. Belum ada video yang beredar ini,” ungkapnya.
Hingga Jumat (27/09) sore, BBC News Indonesia masih berupaya untuk mewawancarai istri oknum guru untuk dimintai konfirmasi terkait peristiwa tersebut.
Namun, pada Sabtu (21/09) lalu, RB kaget dengan video yang beredar di media sosial yang memuat dugaan tindak susila oknum guru dan siswanya itu.
Ia mengaku geram dan langsung menonaktifkan oknum guru itu dari jadwal pelajaran di sekolahnya.
Adapun status siswa yang bersangkutan, menurut RB sudah tak mau lagi datang ke sekolah karena mengalami trauma yang mendalam—berdasar konsultasi dengan pihak keluarga.
Baca juga: Kasus Video Asusila dengan Guru, Siswi di Gorontalo Dikeluarkan dari Sekolah
RB bilang pihaknya sempat menawarkan kepada keluarga siswa tersebut untuk tetap melanjutkan pendidikan, namun bukan di sekolah yang didirikannya.
Dalam aturan yang dibuat oleh sekolahnya, tegas RB, siapa pun yang melakukan kesalahan dengan mencemarkan nama baik instansi harus dikeluarkan dari sekolah.
Kendati begitu, dia menampik tudingan bahwa pihak sekolah tidak melindungi korban.
Ia mengaku siap membantu keluarga korban untuk mencari sekolah baru agar siswi itu bisa melanjutkan pendidikannya.
“Siswa ini sudah kelas 12, tinggal beberapa bulan lagi lulus. Jadi saya tawarkan untuk pindah ke sekolah baru dan saya siap membantu mendaftarkan siswa tersebut. Saya juga akan upayakan model pembelajaran secara daring saja,” ujarnya.
Mengapa kekerasan seksual marak terjadi?
Ilustrasi kekerasan dalam rumah tangga
Tingginya kasus kekerasan seksual di dunia pendidikan menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) disebabkan oleh adanya relasi kuasa yang tidak seimbang antara guru dan murid. Ini diperparah dengan lemahnya pengawasan.
“Berhadapan dengan orang yang dihormati, disegani, ditakuti, bahkan ada iming-iming apa pun menunjukkan sisi kerentanan anak. Ini yang KPAI lihat sebagai sisi kedaruratannya, yaitu relasi kuasa sedemikian besar memposisikan anak sangat rentan,” kata Ketua KPAI Ai Maryati Solihah.
“Sangat miris, berulang terjadi lagi di lingkup pendidikan yang harusnya menjadi tempat rumah kedua yang aman setelah di rumahnya,“ katanya.
Untuk itu, Maryati mengatakan perlu adanya penguatan implementasi UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) di dunia pendidikan—terutama di tempat-tempat yang dianggap “keramat“ seperti sekolah hingga tempat keagamaan.
Baca juga: Pria di Makassar Ditangkap Usai Ancam Sebar Video Asusila Mantan, Korban Rugi Rp 10 Juta
Selain itu, Maryati juga menyoroti korban anak yang akan mengalami kerentanan berlapis, mulai dari dampak kekerasan seksual, fisik dan psikologis, hingga dampak sosial.
“Malu sekolah, di-bully, hidup sendiri dengan stigma, keluarga belum tentu bisa menerima. Ini akan dirasakan oleh anak seumur hidupnya. Makanya perlu rehabilitasi yang cepat dan komprehensif,“ katanya.
Kementerian Agama (Kemenag) yang menaungi satuan pendidikan agama telah menjatuhkan sanksi kepada oknum guru tersebut, tanpa merinci bentuk sanksi yang diberikan.
"Setelah kami BAP, untuk saat ini oknum guru tersebut kami beri sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku berdasarkan beberapa pertimbangan yang telah kita kaji secara bersama," kata Kepala Bagian Tata Usaha Kantor Kemenag Gorontalo Mahmud Y. Bobihu.
Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Madrasah Kemenag, Thobib Al Asyhar menyesalkan kejadian seraya memastikan pelaku akan mendapat saksi berat.
Baca juga: Mengapa Korban Penyebaran Video Asusila Kebanyakan Perempuan?
"Kami sedang proses, guru yang bersangkutan akan segera mendapat sanksi berat sesuai regulasi. Kami tidak mentolerir hal ini. Guru seharusnya melindungi peserta didiknya,” tegas Thobib Al Asyhar di Jakarta, Kamis (26/09).
“Kami akan memberikan sanksi berat bagi guru tersebut sebagai langkah untuk menegakkan disiplin dan memberi efek jera,” tegasnya.
Terkait siswi yang menjadi korban, Thobib minta kepala madrasah dan Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gorontalo untuk memberikan perhatian, baik secara psikologis maupun sosial.
"Kepala madrasah diharapkan segera mengambil langkah-langkah untuk melindungi peserta didiknya," tambahnya.
Sementara saat dikonfirmasi BBC News Indonesia terkait upaya evaluasi dan pencegahaan kekerasan seksual di institusi pendidikan agama, juru bicara Kemenag, Anna Hasbie, mengatakan “tindakan asusila melanggar disiplin pegawai negeri sipil (PNS) diatur dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS.”
Baca juga: Viral, Video Asusila di Kantor Disdik Jombang, Ini Kata Pj Bupati
Anna menjelaskan, pada pasal 3 huruf f diatur bahwa “PNS wajib menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan, dan tindakan kepada setiap orang, baik di dalam maupun di luar kedinasan.“
“Sementara pasal 8 mengatur tentang hukuman disiplin, baik ringan, sedang, sampai berat. Untuk hukuman disiplin berat, terdiri atas: a) penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 (dua belas) bulan; b) pembebasan dari jabatannya menjadi jabatan pelaksana selama 12 (dua belas) bulan; dan c) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.“
Laporan tambahan oleh Sarjan Lahay di Gorontalo
Pelaku diancam hukuman 15 tahun penjara
Aksi demonstrasi menentang kekerasan seksual terhadap anak.
Kapolres Gorontalo, AKBP Deddy Herman, mengatakan oknum guru berinisial DH itu sudah ditetapkan sebagai tersangka usai polisi melakukan pemeriksaan terhadap 10 orang.
Tersangka pelaku dijerat dengan Pasal 81 ayat 3 Undang-Undang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman hingga 15 tahun penjara.
“Yang ditambah sepertiga dari hukuman yang telah ditetapkan sebagai unsur bahwa pelaku adalah seorang tenaga pendidik,” kata Deddy, Rabu (25/09).
Deddy membenarkan modus pelaku dengan menggunakan pendekatan hubungan asmara.
Merujuk pada kronologi kejadian, jelas Deddy, pada awal 2022 silam korban mulai dekat dengan tersangka DH. Pada September, keduanya sudah menjalin asmara.
"Sedangkan perbuatan persetubuhan pertama kali dilakukan sekitar Januari 2024, dan terakhir September 2024 dilakukan di salah satu rumah teman korban," katanya.
Baca juga: Soal Video Asusila dengan Anak di Bawah Umur, Guru di Gorontalo Jadi Tersangka
Hingga Jumat (27/09) belum ada kuasa hukum yang mendampingi tersangka. BBC News Indonesia telah menghubungi tersangka untuk dimintai tanggapan terkait tuduhan terhadapnya, namun hingga artikel ini diterbitkan, yang bersangkutan belum memberikan tanggapan.
Kepala Dinas (Kadis) Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPPA) Kabupaten Gorontalo, Zascamelya Uno, mengatakan pihaknya siap mendampingi korban—baik dalam proses hukum, dan pendampingan secara psikologi.
Zascamelya berkata saat ini mereka fokus untuk terus melakukan pendampingan kepada korban, termasuk melakukan pemeriksaan dengan psikolog untuk menenangkan dan memulihkan kembali kondisi psikologisnya.
“Selain itu, kami tidak ingin kasus ini menghalangi dia mendapatkan ijazahnya, terutama karena dia sudah berada di kelas 12. Itu hak anak yang dilindungi oleh undang-undang, apapun kondisinya," kata Zascamelya, Rabu (25/09).
Baca juga: Video Asusila Guru dan Siswi di Gorontalo Viral di Media Sosial, Pelaku Dilaporkan Paman Korban
'"Dunia pendidkan sedang darurat kekerasan seksual"
Aksi demonstrasi menentang kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan.
Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim, menyebut kasus ini sebagai cerminan bahwa “dunia pendidikan sedang darurat kekerasan seksual”.
Satriawan mengatakan “situasi darurat“ itu dikarenakan tindakan kekerasan seksual di satuan pendidikan terus berulang dengan tren yang meningkat, ditambah rendahnya sanksi terhadap pelaku sehingga tidak menimbulkan efek jera.
Untuk itu, katanya, pemerintah harus membuat rencana aksi nasional pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan. Hal pertama yang dilakukan, tambahnya, adalah dengan memberikan sanksi yang berat kepada pelaku.
Merujuk pada kasus yang terjadi di Gorontalo, pelaku harusnya dijerat dengan pasal berlapis, mulai dari UU KUHP, UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, UU Perlindungan Anak, UU ASN, hingga UU Guru dan Dosen, menurut Satriwan.
“Ini hendaknya menjadi semacam alarm bahwa tindak kekerasan seksual ke anak, sanksinya berat, misalnya apakah dikebiri atau kemudian dipenjara seumur hidup,“ katanya dengan geram.
Baca juga: Kepala Sekolah dan Guru yang Terlibat Asusila terhadap Anak di Sumenep Dinonaktifkan
Kemudian, tambahnya, dalam rencana itu juga harus dilakukan penilaian kepada calon dan pengajar secara total, baik di sekolah hingga satuan pendidikan keagamaan, untuk mencegah calon pengajar memiliki orientasi seksual yang menyimpang terhadap anak.
Selain itu, perlu dibentuk sistem deteksi dini kekerasan seksual di lingkungan pendidikan sehingga ketika ada potensi terjadinya kekerasan dapat dicegah.
“Seperti di Gorontalo, kami menduga guru dan murid punya hubungan, masa sekolah tidak tahu? Lalu kalau tahu langkah apa yang diambil? Ini kan yang tidak ada sehingga dampaknya seperti ini,“ ujar Satriwan.
Senada, Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti menyebut kasus kekerasan seksual di dunia pendidikan yang terungkap ke publik seperti di Gorontalo dan wilayah lainnya seperti “fenomena gunung es”.
FSGI mencatat setidaknya terjadi 101 korban kekerasan seksual di satuan pendidikan dari Januari hingga Agustus 2024.
Kemudian dari Januari hingga Mei 2023, FSGI mendata ada 22 kasus kekerasan seksual dengan jumlah korban mencapai 202 anak di lingkungan pendidikan, dengan pelaku yaitu guru, pemimpin pondok pesantren, hingga guru.
Baca juga: Heboh Video Asusila di Kantor Disdik Jombang, Kadisdikbud Lapor Polisi
Berdasarkan temuan survei dari semua player terhadap bandar slot yang melejit, elektabilitas Viral Oknum Guru Dan Murid Di Gorontalo juga naik sangat signifikan pada tahun 2024. Terlepas dari keunggulan hampir di semua permianan yang di tayangkan situs ini sangat mencuri perhatian pemian karena dengan potensi kemenenagan 99.98%. Pemain menegaskan dengan ada nya survei ini sangat membantu player buat memilih situs dengan akurat dan aman.
Ilustrasi pelecehan seksual
Kepala Sekolah MAN 1 Kabupaten Gorontalo, Rommy Bau angkat suara mengenai kasus yang menimpa salah satu gurunya itu. Ia mengaku pelaku sudah diberi sanksi berupa peniadaan jadwal mengajar, namun belum pada tahap pemecatan.
“Saat ini oknum guru tersebut sudah diberikan sanksi berupa peniadaan jadwal mengajar. Khusus untuk sanksi lainnya kami menunggu keputusan pimpinan lembaga,” kata Rommy.
Netizen yang melihat kasus ini ikut memberikan pandangannya di kolom komentar, mereka mengecam tindakan pelaku dan berharap kasus serupa tidak lagi terjadi di kemudian hari.
“Kok bisa yang kayak gini jadi guru? harus usut sampe tuntas nih kasusnya,” kata seorang netizen.
“Parah banget sih ini, udah tua bukannya tambah baik malah melakukan hal yang enggak bener,” timpal netizen yang lain.
Sebagai informasi tambahan, menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 mengenai Perlindungan Anak, Pasal 76D mengatur bahwa setiap orang dilarang menggunakan kekerasan atau paksaan untuk memaksa anak melakukan persetubuhan, baik dengan dirinya sendiri maupun dengan orang lain.
Pelanggaran terhadap aturan ini dikenai sanksi pidana sesuai dengan Pasal 81, yaitu hukuman penjara maksimal 15 tahun dan denda hingga Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
“Saat ini oknum guru tersebut sudah diberikan sanksi berupa peniadaan jadwal mengajar. Khusus untuk sanksi lainnya kami menunggu keputusan pimpinan lembaga,” kata Rommy.
Oknum guru inisial K (54) mengaku tak bisa menahan hawa nafsu ketika melihat muridnya yang tengah berada di kios bakso, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung. Kemudian oknum guru tersebut langsung memanggil korban dan melakukan aksinya di depan area masjid SMP.
K mengakui kebejatannya. Ia spontan saat melihat muridnya. K menyesali telah melakukan aksi tersebut. Pasalnya aksi tersebut dilakukan pada Juli 2024 pukul 18.00 WIB.
"Tapi setelah itu saya sadar, saya melakukan kesalahan dan saya menyesal," katanya saat pres rilis di Mapolresta Bandung, Soreang, Selasa (15/10/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya korban merupakan anak didiknya selama di sekolah. Makanya tersangka telah mengenal korban. "Iya anak didik saya. Sudah kenal juga sama korban. Korban kelas 2 SMP," jelasnya.
K mengaku perbuatan cabulnya dilakukan satu kali. Kemudian setelah itu meminta korban untuk tidak membicarakan hal tersebut kepada siapapun. Setelah itu tersangka memberikan uang sebesar Rp 10 ribu.
"Ngelakuin cuma itu aja satu kali," ucapnya.
Kasat Reskrim Polresta Bandung, Kompol Oliestha Ageng Wicaksana mengungkapkan, peristiwa tersebut dilakukan saat di luar jam sekolah. Kemudian kondisi di area masjid tersebut tidak ada orang.
"Kondisinya sepi," kata Oliestha.
Dia menambahkan tersangka merupakan seorang guru honorer di sekolah tersebut. Kemudian dalam kesehariannya mengajar sebagai guru kesenian. "Statusnya guru honorer dan ngajar kesenian," bebernya.
Diberitakan sebelumnya, Oknum guru SMP inisial K (54) tega mencabuli siswinya yang masih berusia 14 tahun di Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung. Oknum guru cabul itu saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka.
Tersangka K, dihadirkan secara langsung saat polisi merilis kasus tersebut, di Mapolresta Bandung, Soreang, Selasa (15/10/2024). Nampak sang oknum guru mengenakan baju tahanan berwarna biru navy.
Tersangka datang dengan berkepala plontos dan menggunakan masker. Kemudian tangannya nampak diborgol dengan kencang. Tersangka nampak lesu saat digiring oleh polisi.
Kasat Reskrim Polresta Bandung Kompol Oliestha Ageng Wicaksana mengatakan, peristiwa pencabulan tersebut terjadi pada bulan Juli 2024. Korban baru melaporkan peristiwa itu pada 6 Oktober 2024.
"Jadi pelaku ini adalah guru honorer di sebuah sekolah di Kecamatan Ibun," ujar Oliestha, kepada awak media, Selasa (15/10/2024).
Bandung (ANTARA) - Polisi menangkap seorang oknum guru honorer, Asri yang menipu enam orang dengan modus mengaku bisa meloloskan calon murid ke sekolah negeri di Kota Bandung, Jawa Barat.
Asri merupakan seorang guru honorer di SD negeri yang melakukan penipuannya dalam proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) pada bulan Juli 2019.
"Tersangka ini mengiming-imingi orang tua murid dengan mengaku bisa meloloskan ke SMP negeri yang ada di wilayah Kecamatan Cidadap dengan membayar sejumlah uang," kata Kapolsek Cidadap AKP Rina Perwitasari, di Mapolsek Cidadap, Jalan Setiabudi, Kota Bandung, Kamis.
Dia menuturkan bahwa Asri menjanjikan kepada orang tua murid bisa meloloskan anak ke dua SMP yang berada di sekitar Cidadap.
Setiap orang tua yang ingin melalui dirinya untuk bisa masuk ke sekolah negeri, kata dia, akan dipatok harga Rp5 juta dengan tambahan Rp250 ribu sebagai biaya administrasi.
"Ada enam orang yang menjadi korban penipuan oleh tersangka Asri ini," kata Rina.Baca juga: Nama Kadiknas Kepri Dicatut Untuk Menipu Guru
Para orang tua calon peserta didik baru itu akhirnya tergiur dan membayar kepada Asri dengan total biaya sesuai dengan tarifnya yakni Rp5.250.000.
Setelah uang disetorkan, Asri membawa anak tersebut ke sekolah yang dituju seolah-olah untuk mengikuti rangkaian pengenalan sekolah. Akan tetapi, menurut Rina saat orang tua mengecek ke sekolah, nama anaknya tidak terdaftar di sekolah tersebut.
"Alasan dia melakukan ini ya karena motif ekonomi saja," kata dia.Baca juga: Hakim vonis oknum guru penipuan CPNS 2,5 tahun
Asri yang kini telah ditahan di Rutan Polrestabes Bandung terjerat pasal 378 jo pasal 372 KUHP dengan ancaman hukuman hingga 4 tahun penjara.
Pewarta: Bagus Ahmad RizaldiEditor: Budisantoso Budiman Copyright © ANTARA 2019
Oknum guru yang satu ini tak patut digugu dan ditiru. Bukannya memberikan ilmu, oknum guru berinisial OM ini tega mencabuli 10 muridnya di Garut.
Aksi itu pertama kali terbongkar usai salah satu korbannya melapor ke orang tua dan berujung laporan ke polisi. Jajaran Satreskrim Polres Garut bertindak dan mengamankan oknum guru SD tersebut.
Awalnya, polisi mendapati informasi jumlah korban sebanyak 8 orang. Namun berdasarkan hasil penyelidikan, korban justru bertambah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk kasus tersebut, hingga saat ini kami masih melakukan pendalaman, karena saat ini korban yang terdata di kita ada 10 orang," kata Kasat Reskrim Polres Garut AKP Ari Rinaldo.
Ari mengungkapkan, penyidikan dalam kasus ini dilakukan sangat hati-hati oleh Unit PPA Satreskrim Polres Garut karena korban merupakan anak di bawah umur.
"Kami dibantu oleh UPT PPA Garut dan KPAID dalam melakukan pemeriksaan terhadap para korban," ungkapnya.
Ari menyebut, korban dalam kejadian ini diprediksi terus bertambah. Saat ini, penyidik terjun ke daerah lokasi kejadian, untuk menggali korban lainnya.
Sementara berdasarkan hasil penyelidikan terhadap tersangka ditemukan fakta bahwa OM yang berprofesi sebagai guru SD dengan status Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) ini merupakan mantan korban pencabulan juga.
"Iya seperti itu (tersangka pernah menjadi korban). Makanya Kita lakukan trauma healing dan penanganan yang benar-benar untuk para korban saat ini," ungkap Ari.
Dari hasil pemeriksaan, oknum guru yang diketahui sudah beristri dan memiliki anak itu juga mengaku nekat melakukan aksi sodomi kepada para korbannya di rumah OM.
"Jadi tersangka ini selain mengajar di sekolah, juga membuka les private untuk siswa yang mau belajar komputer," pungkasnya.
KOMPAS.com - Dugaan tindak pidana kekerasan seksual yang dilakukan seorang guru terhadap muridnya di sekolah menengah agama di Gorontalo mencerminkan bahwa “dunia pendidikan sedang darurat kekerasan seksual”.
Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim menyebutnya sebagai “darurat“ karena tindakan kekerasan seksual anak di satuan pendidikan terus berulang dengan tren meningkat. Hal ini diperparah dengan sanksi terhadap pelaku yang rendah sehingga tidak menimbulkan efek jera.
“Ini sudah darurat. Antisipasi pencegahan dan penanganannya harus secara luar biasa karena ini sudah kejahatan luar biasa (extraordinary crime) bagi kami,” kata Satriwan saat dihubungi BBC News Indonesia, Kamis (26/09).
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat sedikitnya 101 korban kekerasan seksual yang terjadi di satuan pendidikan pada Januari hingga Agustus 2024. Adapun sepanjang 2023, jumlahnya tercatat dua kali lipat, yakni 202 anak.
Baca juga: Satu Pemeran Video Viral Guru dan Murid di Gorontalo Jadi Tersangka
Tingginya kasus kekerasan seksual di dunia pendidikan, menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), disebabkan oleh relasi kuasa antara guru dan murid yang tidak seimbang ditambah lemahnya pengawasan.
Kementerian Agama—yang menaungi satuan pendidikan agama—telah menjatuhkan "sanksi berat" kepada guru tersebut, tanpa merinci bentuk sanksi yang diberikan.
BBC News Indonesia telah menghubungi terduga pelaku yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi, namun hingga artikel ini diterbitkan yang bersangkutan tidak memberikan respons.
Hingga Jumat (27/09), belum ada kuasa hukum yang mewakili tersangka.
Video Mesum Oknum Guru dan Murid di Kamar Kos Tersebar, Polisi Lakukan Penyelidikan
Rabu, 25 September 2024 - 15:45 WIB
Gorontalo, VIVA – Sebuah video viral memperlihatkan adegan mesum antara guru dengan siswi di sebuah kamar kos di Gorontalo.
Video tersebut viral di berbagai media sosial, salah satunya dibagikan oleh akun Instagram @fakta.jakarta pada Rabu, 25 September 2024.
Pelaku merupakan guru Bahasa Indonesia di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Kabupaten Gorontalo, usianya terbilang sudah cukup berumur. Sedangkan korban merupakan siswi yang dalam video tersebut masih menggunakan kerudung.
Pelaku melakukan aksi asusila kepada muridnya, kemudian ia merekamnya secara diam-diam dengan durasi selama 5 menit. Video tersebut kemudian tersebar, bahkan sampai ke tangan istri pelaku dan keluarga murid.
Hubungan antara guru dan murid itu sebenarnya telah diselidiki sejak tahun 2023, namun mereka membantah terkait dugaan adanya hubungan spesial. Kasus kembali muncul setelah istri pelaku melapor kepada pihak yang berwajib.
Sama geramnya dengan istri si pelaku, keluarga siswi tersebut juga telah melaporkan kejadian ini ke polisi, sehingga saat ini polisi tengah menyelidiki dugaan persetubuhan anak di bawah umur.
"Dipaksa dengan modus hubungan asmara"
Seorang guru berinisial DH di salah satu lembaga pendidikan agama di Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo, diduga melakukan tindak asusila kepada seorang murid perempuan yang duduk di bangku kelas 12.
Kejadian itu terungkap usai beredarnya video yang merekam dugaan asusila oknum guru berusia 57 tahun tersebut terhadap korban.
Paman korban, Karim Toiti, mengeklaim apa yang dialami keponakannya adalah murni pelecehan seksual terhadap anak di bawa umur.
Dia menuduh oknum guru itu menggunakan relasi kuasa untuk memanipulasi sehingga keponakannya merasa tertekan dan tidak bisa berbuat apa-apa hingga akhirnya terjadi dugaan kekerasan seksual.
Baca juga: Alasan Perekam Video Asusila Guru dan Siswi di Gorontalo, Ingin Laporkan ke Istri Pelaku
Berdasarkan pengakuan korban kepadanya, Karim menerangkan bahwa awalnya pelaku mulai menyentuh salah satu bagian tubuh sensitif korban di ruangannya. Korban mengaku merasa kaget hingga menangis kala itu.
“Peristiwa itu sempat diceritakan kepada temannya, dan ponakan saya menangis karena dilakukan seperti itu,” kata Karim kepada kepada Sarjan Lahay, wartawan di Gorontalo yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Kamis (26/09).
Akibat peristiwa itu, kata Karim, keponakannya sempat trauma dan beberapa hari tidak mau masuk ruangan guru di sekolah itu.
Meski tidak ada ancaman dari pelaku ke korban, klaim Karim, modus asmara terus dimanfaatkan pelaku untuk memanipulasi korban.
BBC News Indonesia telah menghubungi terduga pelaku untuk dimintai tanggapan terkait tudingan-tudingan yang ditujukan padanya, namun hingga artikel ini diterbitkan yang bersangkutan tidak memberikan respons.
Baca juga: Terungkap Modus Guru Lakukan Tindak Asusila ke Siswi di Gorontalo
Adapun hingga Jumat (27/09) yang bersangkutan disebut belum didampingi kuasa hukum.
Karim kemudian menambahkan bahwa dirinya kecewa dengan pihak sekolah yang tidak melakukan pengawasan dengan baik terhadap guru dan siswanya.
Dia juga memprotes dengan keras pandangan sekolah yang tidak memiliki perspektif korban—akibat peristiwa ini, keponakannya dikeluarkan dari sekolah.
Menurutnya, sekolah tidak melihat secara mendalam kasus ini dan hanya memandang bahwa ponakannya adalah pihak yang juga turut bersalah.
“Sekolah hanya mengacu kepada aturan tata tertib yang mereka buat bahwa siswa yang mencemarkan nama baik sekolah harus dikeluarkan. Padahal ini adalah kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur. Hak ponakan saya harus dilindungi,” jelas Karim.
Karim menduga sikap sekolah yang mengeluarkan keponakannya sebagai upaya untuk melepas tanggung jawab.
“Peristiwa ini terjadi sudah dua tahun lama. Berdasarkan informasi yang saya dapat, hubungan ini sudah diketahui oleh sekolah, tapi sekolah hanya diam saja, tidak melakukan apa-apa,” jelasnya.
Baca juga: Polisi Kantongi Identitas Perekam Video Asusila Guru dan Siswi di Gorontalo, Diduga Murid Sekolah Lain
Senada, kuasa hukum korban, Yudin Yunus, mengatakan kebijakan yang diambil sekolah terkesan berpihak kepada pelaku, bukan kepada korban.
“Jika kasus ini diketahui oleh sekolah dan mereka hanya diamkan saja. Artinya, pihak sekolah bisa dibilang turut serta dalam terjadi kasus ini dan sekolah harus benar-benar bertanggung jawab di pengadilan,” tegasnya.